Friday, July 3, 2015

Tanggapan Menakertrans Atas Petisi Penolakan Peraturan Baru BPJS Ketenagakerjaan

Setelah penantian dan terus bertambahnya dukungan terhadap penolakan peraturan baru BPJS Ketenagakerjaan, akhirnya ada tanggapan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri. Dikutip dari change.org, berikut tanggapan beliau :

TANGGAPAN PENGAMBIL KEPUTUSAN

Hanif Dhakiri

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

3 Jul 2015 — Rekan-rekan yang baik,
Ini penjelasan saya mengenai petisi JHT yang dibuat oleh Sdr. Gilang Mahardika. Semoga menjawab sejumlah komplain yang ada dan bisa memperjelas duduk perkara JHT.

JHT (jaminan hari tua) itu fungsinya adalah perlindungan untuk pekerja saat mereka tidak lagi produktif, baik karena cacat tetap, meninggal dunia maupun memasuki usia tua. Dana JHT itu (secara konsep kebijakan) nanti diterimakan kepada para peserta secara gelondongan saat mereka tidak lagi produktif. Sehingga masa tua peserta terlindungi dengan skema perlindungan JHT itu.

Dalam ketentuan UU 40/2004 tentang SJSN (Pasal 37 ayat 3) ditegaskan bahwa pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun. Pengaturan lebih lanjut tertuang dalam PP JHT yang baru hanya menjabarkan kata "sebagian" yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya. Selebihnya bisa diambil pada saat peserta tidak lagi produktif sebagaimana penjelasan di atas. PP JHT tentu saja tidak mungkin menabrak UU SJSN itu.

Jika pekerja di-PHK maka dapat pesangon, dan apabila yang bersangkutan dapat bekerja kembali maka kepesertaan JHT dapat berlanjut. Jika pekerja meninggal sebelum usia 55 tahun maka ahli waris berhak atas manfaat JHT. Itu ketentuan UU SJSN.

Bagaimana aturan sebelumnya? Aturan sebelumnya tertuang dlm UU 3/1992 tentang Jamsostek yang lebih lanjut dijabarkan dalam PP 1/2009 bahwa manfaat JHT dapat dicairkan setelah usia mencapai 55 tahun atau meninggal dunia atau pekerja di-PHK dengan ketentuan masa kepesertaan 5 tahun dan waktu tunggu 1 bulan. Jadi kalau ada peserta yang sudah mengiur 5 tahun dan di-PHK, maka yang bersangkutan bisa mencairkan dana JHT itu setelah ada masa tunggu satu bulan.

Contoh: jika pekerja di PHK masa kerja baru 3 tahun maka pencairanya menunggu sampai 5 tahun. Jika pekerja tersebut mendapat pekerjaan lagi maka kepesertaanya berlanjut meskipun di perusahaan lain.

Pertanyaannya mengapa aturan baru berbeda? Jawaban pertama, tentu karena itu mandat UU SJSN yang menegaskan klaim JHT setelah kepesertaan 10 tahun. Kedua, dalam UU SJSN tidak ada excuse kalau terjadi PHK, yang berbeda dengan UU Jamsostek. Ketiga, karena secara substansi UU SJSN dan PP JHT yang baru sebagai turunannya mengembalikan spirit JHT sebagai skema perlindungan hari tua pada saat pekerja tidak lagi produktif.

Kalau peserta di-PHK lalu dana JHT bisa dicairkan semua (sebelum memenuhi syarat pencairan) hal itu selain bertentangan dengan UU SJSN, juga keluar dari spirit perlindungan masa tua. Kalau masalahnya PHK kan sudah ada skema pesangon sebagai instrumen perlindungan. JHT selama ini dikesankan seolah-olah seperti tabungan biasa. Itu yang dipahami peserta selama berlakunya Jamsostek dulu. Begitu dikembalikan ke dalam spirit perlindungan hari tua sebagaimana dalam UU SJSN, maka timbullah kerisauan, walaupun dana JHT tidak akan hilang.

Sesungguhnya skema jamsos dangan 4 program (JKK, JKM, JHT dan JP) itu mencakup seluruh resiko para pekerja. Saat kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun ada coveragenya semua. Masing-masing ada fungsi dasar dan mekanisme tersendiri, sesuai peruntukannya. Bahkan dalam regulasi yang baru ada peningkatan manfaat bagi peserta yang lebih baik dari semua program jamsos yang ada selama ini. Ini sebenarnya terobosan baru dari pemerintah saat ini yang sangat berpihak pada peningkatan perlindungan sosial dan kesejahteraan pekerja.

Itu kira-kira penjelasan saya. Selaku Pemerintah, saya tetap terbuka dan mendengarkan aspirasi publik terkait hal ini karena mungkin memang perlu sosialisasi lebih lanjut atau diperlukan masa transisi dari regulasi lama ke regulasi baru. Pemerintah juga membuka kemungkinan bagi adanya solusi-solusi tertentu sebagai bentuk respon terhadap realitas yang berkembang di masyarakat. Tentunya soal ini akan dikaji lebih lanjut dengan BPJS ketenagakerjaan serta instansi-instansi terkait.

Penting digarisbawahi bahwa dalam hal ini pemerintah melakukan pengaturan pelaksanaan mengenai jamsos dengan tidak keluar dari substansi UU SJSN dan spirit untuk mengembalikan program JHT sebagai program perlindungan masa tua. Dan penting digarisbawahi juga bahwa secara keseluruhan skema perlindungan sosial bagi tenaga kerja kita saat ini jauh lebih baik manfaatnya dibanding sebelumnya.

Terima kasih.

M. Hanif Dhakiri

Mencoba mencermati tanggapan tersebut, sudah jelas masyarakat harus menelan pil pahit, seolah tidak ada celah sama sekali untuk masa transisi atau secercah harapan untuk peserta yang ingin mengcairkan haknya. Padahal, perubahan peraturan tersebut jelas sekali bersifat sepihak, bahkan tanpa kesepakatan yang diketahui oleh pihak peserta. Seolah ada yang mengambil keuntungan dari dana yang tersita bertahun-tahun lamanya, padahal nilai mata uang setelah masa pencairan yang ditentukan tentunya akan berubah. Dan positif cenderung turun.

Menyoal skema phk, bagaimana apabila banyak masyarakat yang tidak menikmati pesangon phk, thr , uang jasa, bahkan gaji sebelum akhirnya dipaksa mengundurkan diri dari pekerjaan alih-alih perusahaan tempatnya bekerja harus tutup dan tidak sanggup membayar bahkan 10% dari 1x gaji pokok?

Begitu banyak celah dan kekurangan di negeri tercinta ini , sehingga hal yang terakhir saya sebutkan di atas tadi banyak terjadi dan dialami oleh masyarakat Indonesia. Perlu saksi hidup? Saya bisa memastikan keberadaan mereka yang mengalami hal tersebut. Sehingga memutuskan berwirausaha dan berharap kebaikan BPJS Ketenagakerjaan bisa dimanfaatkan untuk modal usaha. Daripada, ketika waktunya cair kelak nilainya tidak seberapa. Saya melihat, tentang waktu yang lumayan lama tersebut ikut andil menghambat peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami nasib serupa dan berusia belum mencapai 55 tahun akan menjadi tidak produktif, dan tingkat resiko menjadi pengangguran malah  meningkat .

Nilai uang Rp.5,000,000.00 setelah 10 tahun kepesertaan ketika hendak dicairkan bisa2 cuma cukup buat beli persediaan beras dan susu anak sebulan apalagi kalau hanya bisa cair 10% saja? Bagaimana nilainya kalau cair setelah usia mencapai 55 tahun, sedangkan di tahun ke 5 ini peserta baru berusia 30 tahun, usia yang cukup untuk berfikir dan memutuskan memilih jalan karir, setelah 10 tahun lamanya menjadi karyawan kantor yang tidak produktif?

Ditengah permasalahan ekonomi yang dilanda negeri ini, tentunya permasalahan ini hanya menambah beban hidup masyarakat. Uang yang dimiliki sangat bermanfaat untuk lembaga yang mengelola, namun bagi peserta nilai manfaatnya tinggal 'ampas kopi' ketika waktunya cair nanti.

Kecuali, saat pencairan dana di usia 55 tahun pihak kementrian dan BPJS Ketenagakerjaan akan melipat gandakan dana yang dipungut dari peserta sebagai 'bonus' , bukan bunga loh ya.. bonus !! Dan saat pencairan kepesertaan 10 tahun bisa mengambil 10% ditambah 'bonus' 30% yang tidak dikurangi dari dana peserta.. !!

Mungkin ?

Mungkin anda lelah... Dan terlalu kecewa sehingga bermimpi terlalu dalam.. Hehehe..

Emangnya bonus-bonus itu asal dananya dari mana ??

Yo weiss,,pikir sendiri sampai mumet..

Hehehe...

Sumber:
https://www.change.org/p/bpjstkinfo-hanifdhakiri-humasnaker-jokowi-batalkan-kebijakan-baru-pencairan-dana-jht-minimal-10-tahun/responses/28947

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas penulisan komentar yang bersahabat, membangun dan bermanfaat.